my sun

Minggu, 16 Februari 2014

caper


Catatan perjalanan di Lambar
Pagi yang tidak terlalu cerah mengawali perjalanan penelitian kami di kabupaten Lampung Barat. Rona cerah nan sumringah mengiringi langkah perjalanan kami. Aku sudah bersiap sejak malam hari mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan selama penelitian dan juga keperluan pribadi selama disana. Pagi hari seperti biasa rutinitas kujalankan, namun sedikit berbeda ditengah libur kuliah yang biasanya agak nyantai kini kupercepat seperti hari biasanya. Pagi-pagi sekali sebelum memulai aktivitas aku terlebih dahulu mampir ke pasar Terminal dekat rumah untuk membawa sedikit camilan dan berpamitan dengan embah(panggilan untuk nenek bahasa Jawa).
Setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah aku segera mandi dan bersiap untuk berangkat. Namun ada yang sedikit megganjal pada waktu itu. Aku ingin memastikan apakah rute perjalanan kami melewati kota kecil tempat aku tinggal. Ku hubungi teman satu tim via sms tidak dbls, lantas kucoba menghubugi lagi dengan telfon juga tidak diaangkat. Dalam hati aku merasa tidak tenang karena jika memang melewati kota tempat aku tinggal, maka aku tidak perlu jauh-jauh datang ke kampus yang lumayan jauh karena memakan waktu kurang lebih satu jam. Akhirnya aku putuskan untuk menghubungi dosen yang mengkoordinir penelitian ini dengan berharap jawaban yangpasti. Namun sayang jawabannya tidak memuaskanku karena beliau tidak tahu dan merekomendasikanuntuk bertanya pada temanku tadi. Aku tidak larut dalam kebimbangan itu dan segera mandi untuk mengefisienkan waktu. Hingga pukul delapan balesan sms tidak juga muncul. Pada waktu itu kami hendak berangkat pada pukul sepuluh sehingga aku masih punya waktu satu jam untuk memastikannya. Karena jikalau memang tidak melewatikotaku aku harus menuju kekampus dgn jarak waktu tempuh selama kurang lebih atu jam itu. Tidak lama setelah aku hampir siap embah datang ke rumah untuk suatu keperluan kami mengobrol sejenak. Sampai akhirnya temanku menelfon dan bilang kalu kita lewat rute lain. Akupun bergegas berangkat menuju kampus.
Pagi itu aku kurang beruntung. Bus yang aku tumpangi berjalan sangat lambat lagi pengap didalam. Tidak ada pilihan lain selain bersabar untuk dapat samapi di kampus. Aku duduk dibaris kedua terakhir dekat pintu. Sengaja aku pilih disitu karena  ada  perempuan yang duduk disamping saya dan saya merasalebih nyaman. Dia mengawali pembicaraan di bus.
 “ mau kemana dek?”(tanya dia padaku)
“k Lambar mb”
“wah jauhnya ya..mau pulang apa gimana?”
“ enggak ada perlu aja disana mb”
“oh gitu...”
Lebih dari setengah perjalanan dilalui, temanku menelfon tentang keberdaanku.
“halo..”
“iya..”
“lagi dimana ta”
“ masih nyampe Brenung, kenapa”
“ enggak kita kumpul depan Indomaret  depan kampus ya?”
“oh iya”
“sip”
Cukup lama hngga akhirnya kami berkumpul dan berangkat dari Bandar Lampung. Tim kami berjumlah 7 orang diantaranya satu sopir dan kelima teman satu angkatan dijurusan ilmu pemerintahan. Ditambah lagi dengan sopir jadi kami berdelapan.
Kami berangkat pukul sebelas dari Bandar Lampung. Rute perjalanan kami lewat jalur kota bumi –liwa denga jarak waktu tempuh sekitar 6 jam.  Awalnya kami agak canggung, beruntung diantara kami ada yang mudah mengondisikan suasana menjadi ramai dengan celotehan yang gak karuan namun tetep ada maknanya. Kami juga mendapat dosen yang sangat akrab dengan mahasiswa dan sopir yang suka bercanda. Suasana perjalanan begitu fun dan tidak membosankan sehingga jarang diantara kami yang mengantuk dan tertidur sebab sangat jarang moment seperti ini didapati.
Sampailah kami di kabupaten Lampung Tengah dengan jalannya yang lumayan mengocok perut dilanjutkan dengan Kota Bumi yang katanya Rabel(rawan begal) alhamdulillah kita lewati dengan aman dan mulus.
Selama diperjalanan banyak yang kami bicarakan mulai dari keadaan jalan,sampai dengan kebijakan pembuatannya, birokrat, seputar kampus, dan yang tidak kalah pentingnya seputar penelitian yang akan kami lakukan. Namun semua itu diramu dengan bumbu-bumbu candaan yang mengocok perut. Belum lagi ditambah pemadangan yang Masyaalloh indahnya tak terperi membuat mata ini enggan berpalig meski hanya sedetik.
Sekincau yang selalu menangis, menangis ini konotasi yang saya buat sendiri artinya hujan. Sebelum sampai disini kami harus melewati tikungan yang tajam dan penuh degan resiko dikanan kiri jurang dan genangan di jalan yang kami lalui. Hawa dingin mulai merasuk tidak beberapa lama sebelum kami sampai di Sekincau. Suhu udara yang tak biasa kita dapati di Bandar Lampung dan sekitarnya. Pemandangan tebing yang menjulang dan bukit-bukit berjajar serta rimbunnya pepohonan mengobati rasa takut kami terhadap tracking perjalanan kami kali ini.
Way ngison, ka tersebut saya jumpai di Pringsewu yang itu adalah sebuah desa yang letaknya cukup jauh di daerah pagelaran. Namun Way ngison kali ini ada juga di Lambar. Karena itulah aku jadi tahu kalau Way ngison itu berarti Air dingin. Jadilah sepanjang kami disana saat hendak mandi salah satu teman kami tak lewat mengucap ngison(dingin).
Sekincau yang selalu hujan membuat jarak pandang  tidak terlalu jauh. Dalam benak saya berpikir gimana caranya orang jemur baju disini wong hujan terus?. Dingin dan terlihat putih disekeliling itu pemandangan yang kami dapati disana. Setelah lewat dari sekincau kami kembali melewati tikungan tajm dan tebing yang tinggi serta bukit yang berjajar. Beberapa diantaranya mungkin ada gunung Pesagi dan Seminung yang terkenal dengan mitosnya serta ketinggiannya yang sering dimanfaatkan pendaki untuk melakukan kegiatan pendakian disana. Kami melewati sebuah masjid diatas tebing berwarna orange nampak dari jauh seperti kuil namun itu adalah sebuah masjid yang terlihat indah dan kokoh dari sekelilingnya. Kata temanku masjid itu disebut masjid artis yang terkenal indah dan menjadi tempat favorit untuk berfoto ketika berkunjung.
Seolat fardhu kami agendakan untuk dijamak untuk memudahkan perjalanan kami. Pukul 17.30 kami sampai di Liwa dengan disambut hujan lalu kami mencari  hotel yang paling dekat dengan kantor Pemda Lambar. Di hotel itu hanya dosen kami yang menginap selama 2 malam. Awalnya aku dan wina diajak untuk menginap karena hawatir merepotkan rumah teman. Namun atas kehendak kami, kami memilih untuk menginap di rumah teman karena sudah disiapkan.
Di rumah teman kami diberi dua kamar masing-berdua dan bertiga. Saya dengan dina dan ketiga teman kami yang laki2 beserta sopir.  Ada yang special dari menu makan malam kami yang khas dengan daerah ini. Sambal hulapu(  keong besar dimasak sambal merah) dan tumis daun labu siam. Makanan tersebut tidak kami jumpai di tempat kami. Rasanya menggoda lidah untuk tidak berhenti mengunyah. Malam hari ba’da isya kami kembali ke hotel untuk rapat dengan dosen terkait penelitian yang akan kami lakukan esok pagi. Ada perubahan terhadap rencana kami sebelumnya sehingga kami harus merapatkannya. Sampai dengan pukul 22.00 kami kembai ke rumah teman untuk istirahat.
Esok hari kami sudah bangun pagi-pagi dan bergegas dengan data utama dan quisioner yang harus kami bagikan. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah kesbangpol. Disana kami disambut ramah oleh pegawainya. Cukup lama kami berada disana untuk mengurusi surat izin dan sebagainya. Setelah selesai kami berpencar dengan tugas kami masing-masing.
Kami kurang beruntung kali ini, karena bupati, satker, beserta jajarannya pergi keluar kota untuk mengikuti DL. Selama seharian kami berputar-putar di kantor bupati, berharap agar tugas kami dapat terealisasi dengan baik. Namun nampaknya usaha kami kali ini memang belum membuahkan hasil karena jika dipresentasi kami baru mendapat 25%dari pekerjaan kami itu artinya masih banyak yang harus kami lakukan esok hari. Tidak semua tempat yang kami jumpai mendapat sambutan dan respon yang baik. Sesekali kami harus megencangkan urat leher kami karena menghadapi mereka yang nota bene “sibuk sekali “atau benar-benar sibu, dan mereka yang kurang suka dengan kedatangan kami. Kobyektifan data menjadi tujuan utama kami melakukan penelitian ini. Namun tidak mudah untuk mendapatkannya, terkadang kamipun tidak mendapat apa-apa. Karena lagi-lagi transparansi dan profesionalitas birokrat menjadi PR bagi semua yang akan dan sudah menjadi bagian dari padanya supaya tidak lagi seanter kita dengar ada tindak pindana korupsi yang dilakukan oleh kalangan birokrasi terutama di Lambar tempat dimana kami melakukan penelitian. Ada yang menjadi perhatian kami disini, dimana kemenangan bupati diperoleh kurang lebih 90% dibandingkan dengan lawannya. Why?beberapa warga yang kami jumpai mengatakan kalu hal tersebut memang ganjil. Hal tersebut nampaknya cukup berpengaruh terhadap penelitian kami dimana kami sulit untuk mendapatkan data obyektif. Selai itu juga para anggota dewan yang tidak kunjung dapat kami jumpai karena sibuk dengan agenda kampanye mereka dan lain sebagainya.
Hari kedua tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Dalam pembagian quisioneer kami merubah konsep kami namun tetap tidak jua kami daptkan hasil yang memadai. Lain halnya dengan akses data yang meski sudah diminta ada yang  menolak untuk memberikan. Namun kami tetap menaruh ras optimisme dalam diri kami.
Selama beberapa hari disana kami kami menjadi lebih akrab dan saling mengenal satu sama lain berikut denga kebiasaannya. Itu cukup menjadi konsumsi dalam benak kami saja. Namun ada satu hal yang menarik yaitu konsistensi Wina dalam membuat sambeltrasi dari awal datang sampi dengan kami pulang setiap hari tidak lewat dengan sambel trasi buatannya.
Hari ketiga dosen kami pulang duluan ke Bandara Lampung, tinggalah kami berlima di sana. Dengan bermodalkepercayaan dari dosen dan semangat pantang menyerah dari kami hari berikutnya kami upayakan agar semua data dapat terpenuhi dan kami bisa pulang ke bandar lampung.
Quisioner adalah hal yang cukup mengsankan bagi aku dan Wina karena itu menjadi tugas kami dan pengalaman daripadanya sungguh mengesankan. Mulai dari quisioneer  yang dilimpahkan keorang dengan alasan tidak tahu lebih jauh karena masih baru, keramahan dan kecerdasan dinas pertanian dan perkebunan, sulitnya menemui responden, dan ktidakobyektifan media dalam memberikan informasi. Selain itu juga masyarakat ekonomi yang diwakili oleh aliansi bisnis besar yang tidak tahu apa-apa sehingga kami memberikan penilaian o dalam uji aksesnya.  Kami tidak segan2 egan memberikan hal demikian lantaran ketidakmampuan ia dalam menjawab bahkan membaca quisionerr serta alasannya bahwa dia tidak berkemampuan untuk memberikan informasi. Kami cukup menyayangkan sikapnya yang tertutup kepada kami, dan gaya bicaranya yang keras membuat diri serasa ingin lari saat membacakan quisioner wal hasil kami harus bersabar lagi setelah menunggunya bangun selama kurang lebih satu jam. Lain lagi kuisioner yang hendak kami berikan ke ketua ormas yang ternyata juga seorang anggota dewan yang juga sedang gencar-gencarnya mencalonkan diri. Shingga kami harus rajin menghubungi untuk mendapatkan quisioner.  Selain itu ada juga seorang tokoh masyarakt dengan kesederhanaannya namun sangat konsekuen dengan apa yang ia buat. Hal tersebut terlihat manakala ia menjanjikan untuk bertemu lagi ba’da dhuhur dimana belia menunggu kedatangan kami. Meskipun sebelumnya kami sempat ditolak lantaran ada kasus yang menimpa kerabatnya, kami tetap ikhlas karena puas dengan informasi yang ia berikan. Berkat beliau kami mendapat informasi seputar skandal pencaplokan tanah yang dilakukan Unila terhadap kelurahan Way mengapu sebelum tahun 90an dalam perjanjian ganti rugi tnam tumbuh. Ketiandaan bukti fisik membuat mereka selalu kalah saat mengajukan perkara tersebut kepada aparat yang berwenang. Dalam perkara tersebut msayarakat setempat dirugikan dengan luas tanah 25 hektar yang kini hanya menjadi lahan yang bleh ditanam tanpa pernah memiliki hak untuk memiliki dan keberadaannya dibatasi.
Hari keempat tidak banyak yang kami lakukan beberapa diantara kami pergi untuk melengkapi data yang belum ada dengan konsekuensi yang bermacam-macam. Sebagian daripadanya baru bisa kami ambil minggu depan sedangkan esok kami sudah mengagendakan untuk pulang. Kami sempat meminta tambahan dana akomodasi kepada dosen kami, mengingat ada biaya-biaya yang tak terduga.
Sehari sebelum pulang kami mengagendakan untuk bakar ikan dimalam hari. Kami berbagi tugas ada yang mencari data, pergi ke pasar, membuat bumbu, dan memanggang. Saya dan ketiga teman membersihkan ikan dengan susah payah lantaran ikannya yang cukup besar, hidup dan memiliki sisik yangsangat kuat sehingga sulit untuk dibersihkan. Malam hari bumbu dan bara api pun siap untuk mebakar ikan mas dan dua lele berukuran besar. Bagian permepuan membuagt sambal dan menyiapkan segala yang dibutuhkan sedangkan yang laki-laki membakar ikan. Malam itu cukup cerah tidak seidngin waktu kami baru datang dan bulan bersinar dengan terang. Setelah semua siap kami pun terlebih dahulu menunggu salah satu dari kami yang pargi sebentar kaman karena ada keperluan. Lama kami menunggu tapi dia tidak juga datang. Beberapa dari kami tidak sabar dan mencuil sedikt demi sedikit menu kita malam itu. Ada juga yang memilih untuk bermain pes sambil menunggu teman kami datang. Setelah memakan waktu yang cukup lama yang ditunggu akhirnya muncul. Malang nasib kami menunggu ternyata dia sudah makan kami pun meneriaki “huuu” namun atas dasar kebersamaan kami semua makan dengan lahapnya dengan menu sederhana ikan bakar dan lalapan serta sambal terasi dan kecap ala kami. Tak terlupakan suasana kebersamaan pada malam itu.
Hari ke-lima seperti yang sudah direncakan kami pulang sembari mengunjungi destinasi wisata di Danau Ranau di Lampung Barat dan Pantai Tanjung Setia di Krui kab Pesisir Barat Lampung.
Trackingnya sangat menantang dengan kelokan tajam dan tebing yang rawan longsor serta lubang membuat kami harus waspada. Namun kelihaian dari sopir yang membawa kami menjadikan perjalanan kami tetap aman dan lancar wlaupun kami tidak dapat tidur dengan tenang didalam mobil karena jalannya yang demikian. Kami terpukau dengan keindahan danau ranau yang hijau laksana Zamrud yang bercaya airnya manakalan terkena sinar matahari,jernih dan luas mata memandang ada pulau kecil disebrangnya. Serda daratan yang tertutup kabut. Kami tidak lewat untuk mengabadikan pemandangan indah disana.
Sesampainya di Krui kami disuguhkan dengan deburan ombak yang menggulung surganya pagi para peselancar dan jernihnya air disana menambah ketakjuban kami. Dikejauhan kami melihat ada yang mencoba papan selancarnya diatas gulungan ombak. Tanjung setia dan pantai lainnya begitu indah takkan terlupakan dibenak kami. Namun ada yang kurang disini, kami tidak menumpai para turis yang biasa datang kemari. Tapi tak apalah...
Kami pulang membawa kesan yang yang banyak kali ini. Kami belajar, mencari pengalaman, dan menikmati eksotisme keindahan Lampung Barat dan Pesisir Barat. Hasil kerja yag diupayakan mungkin tak seberapa namun kami sudah berusaha dengan sbaik-baiknya.  Tak lupa kami ucapakan terimakasih kepada dosen kami atas kesempatan dan pengalaman berharga ini dan kepada keluarga teman kami yang sedia memapung kami. Dan yang paling utama kepa Alloh SWT yang begitu kaya dan maha segalanya. Terselip kerinduan dalam benak kami untuk dapat kembali ketempat ini.Aamiin

 by:
my sun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

si antagonis

belajar jadi tokoh paling antagonis sampai buat orang jadi lari ketakutan hampir mati si antagonis ini tak pernah hilang akal buat orang...