my sun

Senin, 18 Agustus 2014

Fiqih Puasa Bagi Wanita




Perempuan dengan segala keunikannya dimana Alloh berikan keistimewaan bagi perempuan. Laki-laki dan perempuan pada hakikatnya sama, yaitu sama-sama memiliki kewajiban beribadah kepada Alloh. Sebagaimana dalam solat, puasa, zakat, haji, dan ibadah-ibadah yang lainnya. tidak dibedakan dalam hal perolehan pahala disisi Alloh SWT. Yang membedakan adalah kualitas dari ibadah yang mereka lakukan yang pada hakikatnya bukan laki-laki atau perempuan melainkan individu-individu. “barang siapa yang mengerjakan amal soleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.(Q.S AN NAHL97)
Perempuan sungguh unik, Alloh menciptakan manusia dengan berbagai fase yang sudah menjadi kodratya. Adapun kita mengenal istilah Baligh.  "Baligh" diambil dari kata bahasa Arab yang secara bahasa memiliki arti "sampai", maksudnya "telah sampainya usia seseorang pada tahap kedewasaan". Secara hukum Islam, seseorang dapat dikatakan baligh apabila :
1. Mengetahui, memahami, dan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, serta
2. Telah mencapai usia 15 tahun ke atas dan atau sudah mengalami mimpi basah.(bagi laki-laki)
3. Telah mencapai usia 9 tahun ke atas dan atau sudah mengalami "menstruasi". (bagi perempuan)
Baligh adalah satu masa di mana seorang anak dibebani kewajiban (taklif) syari’at dan akan dihisab yang mana baligh mempunyai tanda-tanda yang dapat dikenal
Tanda-Tanda Baligh untuk Laki-Laki
1. Ihtilam, yaitu keluarnya mani baik karena mimpi atau karena lainnya. Dalilnya disebutkan dalam Al-Qur’an, dimana Allah ta’alam berfirman :
”Dan bila anak-anakmu telah sampai hulm (ihtilam), maka hendaklah mereka meminta ijin seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta ijin”. (An Nuur : 59 )

Dari Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu ia berkata,”Aku hafal perkataan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Tidak dinamakan yatim bila telah ihtilam dan tidak boleh diam seharian hingga malam” (HR. Abu Dawud).
Dari Ali juga dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam :
”Diangkat pena tidak dikenakan kewajiban pada tiga orang : orang yang tidur hingga bangun, anak kecil hingga ihtilam, dan orang gila hingga berakal” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

2. Tumbuhnya Rambut Kemaluan
Dari ‘Athiyyah ia berkata : “Kami dihadapkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pada hari Quraidhah , di situ orang yang sudah tumbuh bulu kemaluannya dibunuh, sedang orang yang belum tumbuh dibiarkan. Aku adalah orang yang belum tumbuh maka aku dibiarkan”(HR. Abu Dawud, Tirmidzi , Nasa’I , Ibnu Majah dan Ahmad).

Dalam lafadh lain : “Aku adalah seorang pemuda di hari Sa’ad bin Mu’adz menghukum Bani Quraidhah dengan dibunuhnya orang yang ikut berperang dan ditawan keturunannya. Mereka
melaporkan aku, tapi mereka tidak mendapati bulu kemaluanku, makanya aku sekarang di tengah-tengah kalian” (Tarbiyatul-Aulad fil-Islaam).

Tanda-Tanda Baligh untuk Perempuan Balighnya anak perempuan bisa sama seperti laki-laki, namun ditambah dengan keempatnya, yaitu Haidl, berkembangnya alat- alat untuk berketurunan, serta membesarnya buah dada. Bila anak sudah hulm / ihtlaam maka ia telah sampai pada usia taklif. Wajib baginya mengerjakan ibadah dan seluruh amalan wajib.
Dalam hal ibadah di bulan Ramdhan perempua degan segala kodratnya diberukan kerigaa oleh Alloh SWT dega ketentua sebagai berikut;
1.     Perempuan haidh atau nifas
Perempuan  yang sedang haidh atau nifas diharamkan melakukan puasa, jika ia melakukannya maka berdosa. Dan apabila seorang Perempuan yang sedang berpuasa keluar darah haidhnya baik di pagi, siang ataupun sore walaupun sesaat menjelang terbenamnya matahari, maka ia wajib membatalkannya, dan wajib mengqodhonya setelah ia bersuci. Juga sebaliknya jika Perempan tersebut suci sebelum fajar walaupun sekejap maka ia wajib berpuasa pada hari itu walaupun mandinya baru dilakukan setelah fajar.
2.    Perempuan  tua yang tidak mampu berpuasa
Seorang Perempuan yang lanjut usia yang tidak mampu lagi untuk berpuasa dan jika berpuasa akan membahayakan dirinya, maka ia tidak boleh berpuasa, karena Allah swt. Berfirman:”… Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam kebinasaan …” (QS. Al Baqarah: 195) dan karena orang yang lanjut usia itu tidak bisa diharapkan untuk bisa mengqodho, maka baginya wajib membayar fidyah saja (tidak wajib mengqodho), dengan memberi makan setiap hari satu orang miskin, berdasarkan firman Allah swt : “Dan bagi orang yang tidak mampu berpuasa maka ia harus membayar fidyah dengan memberi makan setiap hari satu orang miskin” (QS. Al Baqarah: 184)
عن عطاء، سمع ابن عباس يقرأوعلى الذين يطوقونه فلا ي طيقونه (فدية طعام مسكين) ستطيعان أن  رة لا ي  رأة الكبي  ر والم شيخ الكبي  و ال سوخة ه  ست بمن  اس : لي  ن عب  ال اب  ق يصوما فيطعمان مكان آل يوم مسكينا
Dari Atho, ia mendengar Ibnu Abbas membaca ayat yang artinya “Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya – membayar fidyah-, yaitu memberi makan satu orang miskin”, Ibnu Abbas berkata :”ayat ini tidak dinasakh, ia untuk orang yang lanjut usia baik laki-laki maupun perempuan yang tidak sanggup berpuasa hendaknya memberi makan setiap hari satu orang miskin” HR. Bukhari

3.     Perempuan hamil dan menyusui
Perempuan yang sedang hamil atau menyusui tetap harus berpuasa di bulan Ramadhan, sama dengan Perempuan-perempuan  yang lain, selagi ia mampu untuk melakukannya. Jika ia tidak sanggup untuk berpuasa karena kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan, maka ia boleh berbuka sebagaimana perempuan yang sedang sakit, dan wajib mengqodhonya jika kondisi tersebut sudah stabil kembali. Allah berfirman: “Maka barang siapa di antara kamu yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 184) dan apabila ia mampu untuk berpuasa, tapi khawatir berbahaya bagi kandungan atau anak yang disusuinya, maka ia boleh berbuka dengan berkewajiban untuk mengqodho di hari lain dan membayar fidyah dengan memberi makan setiap hari satu orang miskin. Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu Abbas saat mengomentari penjelasan yang termuat dalam surat Al Baqarah: 184 yang artinya “Dan wajib bagi orang yang menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah …”, beliau berkata : “Ayat ini adalah rukhshoh (keringanan) bagi orang yang lanjut usia lelaki dan perempuan, perempua hamil dan menyusui jika khawatir terhadap anak anaknya maka keduanya boleh berbuka dan memberi makan (fidyah)” HR. Abu Daud hal yang sama juga diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radliallahu ‘Anhu, dan tidak ada seorang pun dari sahabat yang menentangnya (lihat Al Mughni: Ibnu Qudamah 4/394)
4.    waktu mengqodho puasa bagi seorang perempuan
perempuan yang memiliki hutang puasa (harus mengqodho) karena sakit atau bepergian maka waktu mengqodhonya dimulai sejak satu hari setelah Idul fitri dan tidak boleh di akhirkan sampai datangnya bulan Ramadhan berikutnya, barang siapa mengakhirkan qadha puasa sampai datangnya Ramadhan berikutnya tanpa udzur syar’i, maka di samping mengqodho ia harus membayar fidyah dengan memberi makan setiap hari satu orang miskin, sebagai hukuman atas kelalaiannya. (Lihat: Al mughni 4/400, fatwa Ibnu Baz, Fatwa Ibnu Utsaimin) Dan para ulama telah sepakat bahwa qadha puasa Ramadhan itu tidak diharuskan untuk dilakukan secara terus menerus dan berurutan, karena tidak ada dalil yang menjelaskan akan hal itu. Kecuali waktu yang tersisa di bulan Sya’ban itu hanya cukup untuk qadha puasa maka tidak ada cara lain kecuali terus menerus dan berurutan. (Al Fiqhu Al Islami Wa Adillatuhu 2/680)
5.    mengkonsumsi tablet anti haidh pada bulan Ramadhan
Hendaknya seorang perempuan tidak mengkonsumsi tablet anti haidh, dan membiarkan darah kotor itu keluar sebagaimana mestinya, sesuai dengan ketentuan yang telah Allah gariskan, karena dibalik keluarnya darah tersebut ada hikmah yang sesuai dengan tabiat kewanitaan, jika hal ini dihalang halangi maka jelas akan berdampak negatif pada kesehatan perepuan tersebut, dan bisa menimbulkan bahaya bagi rahimnya, dan pada umumnya perempuan yang melakukan hal ini kelihatan pucat, lemas dan tidak bertenaga. sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
لا ضرر ولا ضرارارواه ابن ماجة في الأحكام
“Tidak boleh melakukan perbuatan yang membahayakan dirinya, juga tidak boleh melakukan perbuatan yang membahayakan orang lain.” HR. Ibnu Majah (lihat: fatawa ulama Najd, dan 30 Darsan Lisshoimat
Namun apabila ada perempuan yang melakukan hal seperti ini, maka hukumnya sebagai berikut :
1. Apabila darah haidhnya benar-benar telah berhenti, maka puasanya sah dan tidak diwajibkan untuk mengqodho.
2. Tetapi apabila ia ragu apakah darah tersebut benar-benar berhenti atau tidak, maka hukumnya seperti wanita haidh, ia tidak boleh melakukan puasa. (lihat: masail ash shiyam, hal 63 dan jami’u ahkamin nisa’ 2/393)

6.    Mencicipi makanan
Kehidupan seorang perempuan tidak bisa dipisahkan dengan dapur, baik ia sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai juru masak di sebuah rumah makan, restoran atau hotel. Dan karena kelezatan masakan yang ia oleh adalah menjadi tanggung jawabnya, maka ia akan selalu berusaha mengetahui rasa masakan yang diolahnya, dan itu mengharuskan ia untuk mencicipi masakannya. Jika itu dilakukan, bagaimana hukumnya ? batalkah puasanya ? para ulama memfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi masakannya, asal sekadarnya saja, dan tidak sampai ke tenggorokannya, hal ini diqiyaskan kepada berkumur kumur ketika berwudhu. (jami’ ahkamin nisa’)

Perempuan  Dan Shalat Tarawih Di Masjid
Seorang wanita diperbolehkan untuk datang ke masjid, baik untuk shalat tarawih, berdzikir maupun mendengarkan pengajian, jika kehadirannya tidak menyebabkan terjadinya fitnah baginya atau bagi orang lain, hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :

لا تمنعوا إماء الله مساجد اللهرواه البخاري
“Janganlah kalian melarang wanita-wanita untuk mendatangi masjid-masjid Allah” HR. Bukhari Namun demikian, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi yang di antaranya : harus berhijab, tidak berhias, tidak memakai parfum, tidak mengeraskan suara, dan tidak menampakkan perhiasan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
إذا شهدت إحداآن المسجد فلا تمس طيبارواه مسلم والنسائي وأحمد عن زينب
“Jika salah seorang di antara kalian (para wanita) ingin mendatangi masjid maka janganlah menyentuh wangi wangian” HR. Muslim.
ن  ة ع  ن ماج  سلرواه اب  ى تغت  لاة حت  ا ص  ل له  م تقب  أيما امرأة تطيبت ثم خرجت إلى المسجد ل
أبي هريرة
“Wanita manapun yang memakai wangi wangian, kemudian pergi ke masjid, maka shalatnya tidak diterima sampai ia mandi”. HR. Ibnu Majah.

Perempuan  Dan I’tikaf
Sebagaimana disunnahkan bagi pria, I’tikaf juga disunnahkan bagi perempuan. Sebagaimana istri Rasulullah Saw juga melakukan I’tikaf, tetapi selain syarat-syarat yang disebutkan di atas, I’tikaf bagi kaum perempuan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Mendapatkan persetujuan (ridha) suami atau orang tua. Dan apabila suami telah mengizinkan istrinya untuk I’tikaf, maka ia tidak dibolehkan menarik kembali persetujuan itu.
2. Agar tempat dan pelaksanaan I’tikaf wanita memenuhi tujuan umum syariat. Kita telah mengetahui bahwa salah satu rukun atau syariat I’tikaf adalah berdiam di masjid. Untuk kaum wanita, ulama sedikit berbeda pendapat tentang masjid yang dipakai wanita untuk beri’tikaf. Tetapi yang lebih afdhol-wallahu a’lam ialah I’tikaf di masjid (tempat shalat) di rumahnya. Manakala wanita mendapatkan manfaat dari I’tikaf di masjid, tidak masalah bila ia melakukannya.
Begitulah perempuan dengan segala keunikanya dimaa Alloh berikan kemudahan dalam hal ibadah tapa mengurangi eksistesi dari nilai ibadah itu sendiri. Wallohua’lam bishowam..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

si antagonis

belajar jadi tokoh paling antagonis sampai buat orang jadi lari ketakutan hampir mati si antagonis ini tak pernah hilang akal buat orang...