my sun

Senin, 18 Agustus 2014

Bocah-bocah Langgar



 Berawal dari masa kecil yang indah berlatar musola kecil nan sederhana di sebuah desa Waringin sari Barat. Darul Arqom, entah apa yang melatar belakangi musola tersebut hingga nama tersebut terasa begitu istimewa bagi kami. Musola kami dulunya sangat sederhana dengan berlantaikan semen, beratapkan genting yang sudah usang kehitaman, dengan papan warna hijau di depan surau bertuliskan”Musola Darul Arqom”. Tempat wudunya juga sederhana hanya ditutup dengan batubata berukuran tinggi 1,5 mengelilingi tempat wudhu yang masih menggunakan timba untuk mengambil airnya. Meski sederhana tapi banyak dimanfaatkan warga sekitar terutama saat musim kemarau. Akupun juga tak ketinggalan untuk mencicipi dinginnya air disurau ini. meskipun kecil tapi jamaahnya cukup banyak sekitar 3-4 bahkan 5 bari kebelakang baik putra maupun putri untuk hari hari biasa. Jika ramadhan tiba, jamaah digelarkan terpal orange( seperti terpal jemuran padi atau jagung)di luar musola tanpa tenda. Tanah di musola yang masih bergeragal mau tak mau menjadi santapan  jamaah yang solat di luar musola.
Hari ini, seperti biasa satu hari menjelang ramadhan aku dan teman-teman berkumpul di musola untuk membersihkan musola. Masing-masing dari kami ada yang membawa sapu, lap pel, serokan sampah, ember, dan ada juga yang tidak membawa apapun dan hanya menjadi penonton atau pengacau saja. “ nah biar cepet selesai kita bagi-bagi tugas, yang bawa sapu silakan nyapu, yang bawa pel ngepel, dan yang bawa serokan ambilin sampah!” bude bibah/ biasa dipanggil mb bibah oleh teman-teman mengomando pekerjaan kita pagi itu.” Iya mba...” teriak kami dengan serempak. Setelah dikomando kamipun bekerja sesuai dengan alat yang kami bawa. Ada yang menarik setiap kami bersih-bersih musola, kebanyakan dari kita meskipun sudah membawa alat masing-masing kami lebih suka mengepel sehingga terkadang pekerjaan kami terbengkalai dan asyik dengan pel-pelan yang basah dengan air berbusa. Karena hal itu, pulangnya kami sering dimarahi gara-gara baju basah dan kotor. Ada juga yang jinjit-jinjit membersihkan kaca dengan koran atau lap tangan. Saking banyaknya yang mau ngelap hasilnya jadi gak karuan. Kaca musola bukannya menjadi bersih malah sebaliknya “ bures”. Meskipun terkesan main-main kami bekerja, mbak bibah dan ta’mir musola mahfum dengan hal tersebut mungkin mereka berujar setidaknya kami tengah bersemangat dalam rangka membuat suasana yang bersih dan nyaman di musola kami. Setelah selesai biasanya kami diberi makanan atau buah. Pernah kami diberi sekeranjang rambutan dan alhamdulillah tidak butuh waktu lama keranjang rambutan jadi bersih tak bersisa.
Malam harinya dihari pertama bulan ramdhan, suasana begitu ramai. Seperti biasa malam pertama biasanya ada pengajian dan yang paling ditunggu-tunggu kami para bocah ialah bagi takir(nasi bungkus yang dibawa oleh masing-masing warga) setelah solat tarawih. Saat saat pembagian nasi bungkus seperti menunggu undian jakpot(t#lebay. )karena kami tidak tahu isi dari takir tersebut. isinya yang berbeda membuat penasaran. Tak jarang ada yang iri karena sebelahnya mendapat ikan, sedangkan ia dapet telor sehingga agenda cicip-mencicip dan intip mengintip menjadi cara kami agar dapat tahu dan merasakan takir sesuai dengan selera kami. Tak hayal rasa penasaran kami harus dibayar dengan ocehan dari mb-mb atau mas-mas yang bagi takir. Malam terus berlanjut setelah menyantap takir kami tadarus bersama secara bergantian sampai pukul 10 kemudian dilanjutkan oleh mb-mb atau mas-mas dan bapak-bapak.
Keesokan paginya setelah sahur kami solat subuh di musola dan dilanjutkan dengan mengaji. Terkadanga kami absen dari ngaji dan memilih untuk on the way maraton alias jalan santai di jalan raya yang ramai saat bulan puasa. Hilir mudik anak-anak, bujang gadis menyalakan mercon dan kembang api sambil menggoda sana-sini atau sekedar mengerjai. Terkadang aku dan teman-temanku berfikir bahwa maraton yang kita lakukan tidak ada gunanya Cuma bikin maksiat. Seiring benrgantinya hari kami sadar akan ahal tersebut kami tidak lagi maraton setelah solat subuh dan lebih suka tidur di musola(oh no!!). setelah siang kami pulang kerumah masing-masing dan biasanya kembali berkumpul siang hari untuk bermain. Macam-macam permainan tradisional kami lakukan mulai dari umpetan sarung, gubuk-gubukan(rumah-rumah dari kayu di kebun), pasar-pasaran, utet, engklek, dan yang agak modern monopoli. Ada yang beberapa permainan yang terkadang lebih sering dilakukan oleh anak perempuan seperti dam-daman, motor-motoran(permainan seperti catur dengan menggunakan media seadanya) dan bepean. Suana puasa jadi sedikit tidak terasa saat bermain bersama. Pada saat menjelang solat fardhu kami berlomba-lomba untuk tidak absen jamaah di musola sehingga kami akan memperolok yang tidak jamaah di musola. Terkadang saat siang hari kami memilih untuktidur di musola. Suatu waktu kami juga mengagendakan untuk berpetualang dan repek(cari kayu di ladang)dengan berjalan kaki atau naik sepeda torpedo jaman 70an. Kami menysusri pinggiran sungai dan pematang sawah untuk sampai di tanah merah sebuah tempat di sebrang kali desa sebelah. kami melewati jembatan dari bambu yang berjajar tanpa pegangan. Karena tidak mudah terkadang diantara kami ada yang jatuh atau sendalnya terlepas dan hilang terbawa arus kali. Sesampainya di tanah merah kami duduk di bawah pohon bambu menikmati semilir aingin dan mandi di kali yang butek. Ketika pulang kerumah kami akan mengendap-endap seperti maling menuju kamar mandi agar tidak dimarahi.
Sampai tiba datangnya hari kemenangan, kami biasa melakukan oncoran(pawai obor) dimalam lebaran. Dengan sebatang bampu yang diisi minyak tanah dan disumpel sabut kelapa dan api yang dinyalakan diatasnya kami berkeliling sekitar lingkungan. Mulanya kami hanya segerombol kecil dan lama kelamaan menjadi banyak. Para warga berduyun-duyun keluar rumah menyaksikan kami. Dengan semangat kami mengumandangkan takbir saat berkeliling. Setelah berkeliling, kami kumpul di musola dan meneruskan takbiran di musola dengan speker secara bergantian. Suara kami sampai serak-serak saking semangatnya takbir. Biasanya setelah satu orang bertakbir mic di taruh ditengah dan kami secara bersamaan bertakbir.
Itulah seklumit cerita bocah-bocah darul arqom di masa kami. Seiring berjalannya waktu kami semakin dewasa dan sibuk dengan kegiatannya masing masing.  Ada kerinduan akan masa-masa itu, masa-masa penuh keceriaan. Kini kata dewasa mulai tersemat diantara kami sehingga tak pantas bagi kami untuk melakukan hal-hal kecil seperti dulu. Kami sekumpulan pemuda dan pemudi darul arqom memiliki semangat untuk menghadirkan keceriaan dan meramaikan musola kami tercinta.
Anak-anak zaman sekarang tidak lagi seceria kita dahulu, berbagai permainan canggih memenjara keceriaan dan kebebasan mereka tanpa sadar. Mereka lebih suka di dalam rumah sendiri ketimbang bermain di luar bersama-sama. Kalaupun ada sangat jarang. Musola tak seperti dulu dan tak seramai dulu. Jangankan musola halaman-halaman, lapangan serta pekarangan sekitar juga tidak lagi seramai dulu.
Melihat hal tersebut muncullah ide diantara kami untuk membuat suatu acara untuk meramaikan musola dan mengmbalikan keceriaan untuk anak-anak di sekitar musola. Gagasan itu muncul saat kami sedang berkumpul diteras depan musola. Kami sadari dengan rutinitas dan pekerjaan kami masing-masing sehingga kami sadar bahwa kegiatan yang nantinya kita lakukan bukan sesuatu yang bersifat kontinyu. Kegiatan ini lebih kepada even tapi berkelanjutan. Kami memulai dengan kegiatan outbond(modifikasi jelajah alam disertai games-games) Yang bertempat disekitar musola. Degan hal tersebut semoga akan terekam dimemori mereka generasi penerus kami agar kelak dapat melakukan hal yang luar biasa untuk musola tercinta. Meski tak seperti dulu musola kami semoga kelak akan ada generasi penerus yang lebih semarak dan lebih semangat dalam meramaikan musola kami. Yah sekarang musola kami telah berubah sudah tak sesederhana dulu bangunannya sudah lebih modern. Kalau ramadhan sudah tidak menggelar terpal diluar. Salah satu upaya kami pemuda-pemudi Darul Arqom yaitu mengkondisikan adik-adik  untuk solat terawih di rumah ta’mir musola. alhamdulillah mereka terkondisikan dengan baik, tidakribut,dan semua melakuka solat tarawih. Diakhir solat biasanya ada do’a bersama, niat dan ada kultum dari kami. Diakhir ramadhan kami megadakan reword bagi mereka yang full puasa, tarawih, hafalan, dan tadarus paling banyak. Selain di bulan Ramadhan kita juga terkadang sukamengadakan even di hari-hari lain terutama berkenaan dengan hari libur sekolah dan PHBI(Perayaan Hari Besar Islam). Selama ini yang menjadi kendala bagi kami adalah waktu lantaran sibuk dengan pekerjaan dan pendidikan masing-masing, namun Alhamdulillah sudah beberapa tahun berjalan dengan baik dan semoga kedepan bisa menjadi alternatif untuk meramaikan musola kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

si antagonis

belajar jadi tokoh paling antagonis sampai buat orang jadi lari ketakutan hampir mati si antagonis ini tak pernah hilang akal buat orang...