Berawal dari masa kecil
yang indah berlatar musola kecil nan sederhana di sebuah desa Waringin sari
Barat. Darul Arqom, entah apa yang melatar belakangi musola tersebut hingga
nama tersebut terasa begitu istimewa bagi kami. Musola kami dulunya sangat
sederhana dengan berlantaikan semen, beratapkan genting yang sudah usang
kehitaman, dengan papan warna hijau di depan surau bertuliskan”Musola Darul
Arqom”. Tempat wudunya juga sederhana hanya ditutup dengan batubata berukuran
tinggi 1,5 mengelilingi tempat wudhu yang masih menggunakan timba untuk
mengambil airnya. Meski sederhana tapi banyak dimanfaatkan warga sekitar
terutama saat musim kemarau. Akupun juga tak ketinggalan untuk mencicipi
dinginnya air disurau ini. meskipun kecil tapi jamaahnya cukup banyak sekitar
3-4 bahkan 5 bari kebelakang baik putra maupun
putri untuk hari hari biasa. Jika ramadhan tiba, jamaah digelarkan terpal
orange( seperti terpal jemuran padi atau jagung)di luar musola tanpa tenda.
Tanah di musola yang masih bergeragal mau tak mau menjadi santapan jamaah yang solat di luar musola.
Hari ini, seperti biasa satu hari
menjelang ramadhan aku dan teman-teman berkumpul di musola untuk membersihkan
musola. Masing-masing dari kami ada yang membawa sapu, lap pel, serokan sampah,
ember, dan ada juga yang tidak membawa apapun dan hanya menjadi penonton atau
pengacau saja. “ nah biar cepet selesai kita bagi-bagi tugas, yang bawa sapu
silakan nyapu, yang bawa pel ngepel, dan yang bawa serokan ambilin sampah!”
bude bibah/ biasa dipanggil mb bibah oleh teman-teman mengomando pekerjaan kita
pagi itu.” Iya mba...” teriak kami dengan serempak. Setelah dikomando kamipun
bekerja sesuai dengan alat yang kami bawa. Ada yang menarik setiap kami
bersih-bersih musola, kebanyakan dari kita meskipun sudah membawa alat
masing-masing kami lebih suka mengepel sehingga terkadang pekerjaan kami
terbengkalai dan asyik dengan pel-pelan yang basah dengan air berbusa. Karena
hal itu, pulangnya kami sering dimarahi gara-gara baju basah dan kotor. Ada
juga yang jinjit-jinjit membersihkan kaca dengan koran atau lap tangan. Saking
banyaknya yang mau ngelap hasilnya jadi gak karuan. Kaca musola bukannya
menjadi bersih malah sebaliknya “ bures”. Meskipun terkesan main-main kami
bekerja, mbak bibah dan ta’mir musola mahfum dengan hal tersebut mungkin mereka
berujar setidaknya kami tengah bersemangat dalam rangka membuat suasana yang
bersih dan nyaman di musola kami. Setelah selesai biasanya kami diberi makanan
atau buah. Pernah kami diberi sekeranjang rambutan dan alhamdulillah tidak
butuh waktu lama keranjang rambutan jadi bersih tak bersisa.
Malam harinya dihari pertama
bulan ramdhan, suasana begitu ramai. Seperti biasa malam pertama biasanya ada
pengajian dan yang paling ditunggu-tunggu kami para bocah ialah bagi takir(nasi
bungkus yang dibawa oleh masing-masing warga) setelah solat tarawih. Saat saat
pembagian nasi bungkus seperti menunggu undian jakpot(t#lebay. )karena kami
tidak tahu isi dari takir tersebut. isinya yang berbeda membuat penasaran. Tak
jarang ada yang iri karena sebelahnya mendapat ikan, sedangkan ia dapet telor
sehingga agenda cicip-mencicip dan intip mengintip menjadi cara kami agar dapat
tahu dan merasakan takir sesuai dengan selera kami. Tak hayal rasa penasaran
kami harus dibayar dengan ocehan dari mb-mb atau mas-mas yang bagi takir. Malam
terus berlanjut setelah menyantap takir kami tadarus bersama secara bergantian
sampai pukul 10 kemudian dilanjutkan oleh mb-mb atau mas-mas dan bapak-bapak.
Keesokan paginya setelah sahur
kami solat subuh di musola dan dilanjutkan dengan mengaji. Terkadanga kami
absen dari ngaji dan memilih untuk on the way maraton alias jalan santai di
jalan raya yang ramai saat bulan puasa. Hilir mudik anak-anak, bujang gadis
menyalakan mercon dan kembang api sambil menggoda sana-sini atau sekedar
mengerjai. Terkadang aku dan teman-temanku berfikir bahwa maraton yang kita
lakukan tidak ada gunanya Cuma bikin maksiat. Seiring benrgantinya hari kami sadar
akan ahal tersebut kami tidak lagi maraton setelah solat subuh dan lebih suka
tidur di musola(oh no!!). setelah siang kami pulang kerumah masing-masing dan
biasanya kembali berkumpul siang hari untuk bermain. Macam-macam permainan
tradisional kami lakukan mulai dari umpetan sarung, gubuk-gubukan(rumah-rumah
dari kayu di kebun), pasar-pasaran, utet, engklek, dan yang agak modern
monopoli. Ada yang beberapa permainan yang terkadang lebih sering dilakukan
oleh anak perempuan seperti dam-daman, motor-motoran(permainan seperti catur
dengan menggunakan media seadanya) dan bepean. Suana puasa jadi sedikit tidak
terasa saat bermain bersama. Pada saat menjelang solat fardhu kami
berlomba-lomba untuk tidak absen jamaah di musola sehingga kami akan memperolok
yang tidak jamaah di musola. Terkadang saat siang hari kami memilih untuktidur
di musola. Suatu waktu kami juga mengagendakan untuk berpetualang dan
repek(cari kayu di ladang)dengan berjalan kaki atau naik sepeda torpedo jaman
70an. Kami menysusri pinggiran sungai dan pematang sawah untuk sampai di tanah
merah sebuah tempat di sebrang kali desa sebelah. kami melewati jembatan dari
bambu yang berjajar tanpa pegangan. Karena tidak mudah terkadang diantara kami
ada yang jatuh atau sendalnya terlepas dan hilang terbawa arus kali.
Sesampainya di tanah merah kami duduk di bawah pohon bambu menikmati semilir
aingin dan mandi di kali yang butek. Ketika pulang kerumah kami akan
mengendap-endap seperti maling menuju kamar mandi agar tidak dimarahi.
Sampai tiba datangnya hari
kemenangan, kami biasa melakukan oncoran(pawai obor) dimalam lebaran. Dengan
sebatang bampu yang diisi minyak tanah dan disumpel sabut kelapa dan api yang
dinyalakan diatasnya kami berkeliling sekitar lingkungan. Mulanya kami hanya
segerombol kecil dan lama kelamaan menjadi banyak. Para warga berduyun-duyun
keluar rumah menyaksikan kami. Dengan semangat kami mengumandangkan takbir saat
berkeliling. Setelah berkeliling, kami kumpul di musola dan meneruskan takbiran
di musola dengan speker secara bergantian. Suara kami sampai serak-serak saking
semangatnya takbir. Biasanya setelah satu orang bertakbir mic di taruh ditengah
dan kami secara bersamaan bertakbir.
Itulah seklumit cerita
bocah-bocah darul arqom di masa kami. Seiring berjalannya waktu kami semakin
dewasa dan sibuk dengan kegiatannya masing masing. Ada kerinduan akan masa-masa itu, masa-masa
penuh keceriaan. Kini kata dewasa mulai tersemat diantara kami sehingga tak
pantas bagi kami untuk melakukan hal-hal kecil seperti dulu. Kami sekumpulan
pemuda dan pemudi darul arqom memiliki semangat untuk menghadirkan keceriaan
dan meramaikan musola kami tercinta.
Anak-anak zaman sekarang tidak
lagi seceria kita dahulu, berbagai permainan canggih memenjara keceriaan dan
kebebasan mereka tanpa sadar. Mereka lebih suka di dalam rumah sendiri
ketimbang bermain di luar bersama-sama. Kalaupun ada sangat jarang. Musola tak
seperti dulu dan tak seramai dulu. Jangankan musola halaman-halaman, lapangan
serta pekarangan sekitar juga tidak lagi seramai dulu.
Melihat hal tersebut muncullah
ide diantara kami untuk membuat suatu acara untuk meramaikan musola dan
mengmbalikan keceriaan untuk anak-anak di sekitar musola. Gagasan itu muncul
saat kami sedang berkumpul diteras depan musola. Kami sadari dengan rutinitas
dan pekerjaan kami masing-masing sehingga kami sadar bahwa kegiatan yang
nantinya kita lakukan bukan sesuatu yang bersifat kontinyu. Kegiatan ini lebih
kepada even tapi berkelanjutan. Kami memulai dengan kegiatan outbond(modifikasi
jelajah alam disertai games-games) Yang bertempat disekitar musola. Degan hal
tersebut semoga akan terekam dimemori mereka generasi penerus kami agar kelak
dapat melakukan hal yang luar biasa untuk musola tercinta. Meski tak seperti
dulu musola kami semoga kelak akan ada generasi penerus yang lebih semarak dan
lebih semangat dalam meramaikan musola kami. Yah sekarang musola kami telah
berubah sudah tak sesederhana dulu bangunannya sudah lebih modern. Kalau
ramadhan sudah tidak menggelar terpal diluar. Salah satu upaya kami
pemuda-pemudi Darul Arqom yaitu mengkondisikan adik-adik untuk solat terawih di rumah ta’mir musola.
alhamdulillah mereka terkondisikan dengan baik, tidakribut,dan semua melakuka
solat tarawih. Diakhir solat biasanya ada do’a bersama, niat dan ada kultum
dari kami. Diakhir ramadhan kami megadakan reword bagi mereka yang full puasa,
tarawih, hafalan, dan tadarus paling banyak. Selain di bulan Ramadhan kita juga
terkadang sukamengadakan even di hari-hari lain terutama berkenaan dengan hari
libur sekolah dan PHBI(Perayaan Hari Besar Islam). Selama ini yang menjadi
kendala bagi kami adalah waktu lantaran sibuk dengan pekerjaan dan pendidikan
masing-masing, namun Alhamdulillah sudah beberapa tahun berjalan dengan baik
dan semoga kedepan bisa menjadi alternatif untuk meramaikan musola kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar